Transitional Justice and Reconciliation Process in Cambodia: The Perspective of Survivors

Akbar Meirio

Abstract

Untuk menuntut pertanggungjawaban para pemimpin senior Khmer Merah dan mereka yang dianggap paling bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama berkuasanya rezim Khmer Merah atau Demokratik Kampuchea (1975-1979), pemerintah Kerajaan Kamboja bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah mendirikan Extraordinary Chamber in the Courts of Cambodia (ECCC) atau yang lebih dikenal sebagai Peradilan Khmer Merah (Khmer Rouge Tribunal). Sebagai bagian dari proses keadilan transisional (transitional justice), proses peradilan terhadap pemimpin senior dan mereka yang dianggap paling bertanggung jawab tersebut diharapkan juga memberi kontribusi besar terhadap proses rekonsiliasi antara para korban dan para pelaku (baca: pelaku level rendah/low level perpetrators) yang saat ini belum tercapai. Artikel ini membahas pandangan mereka yang selamat dari kekejaman Khmer Merah (survivor)
terhadap proses peradilan yang saat ini sedang berlangsung dan pengaruh atau kaitannya dengan proses rekonsiliasi di kalangan akar rumput. Temuan penelitian menunjukkan bahwa, berdasarkan pandangan para survivors, proses
peradilan kurang dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam proses rekonsiliasi antara korban dan pelaku level rendah di kalangan akar rumput di Kamboja.

Temuan penelitian menunjukkan pula bahwa Kamboja perlu menggabungkan pendekatan retributif melalui mekanisme peradilan, dengan pendekatan restoratif melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Kata kunci: Khmer Merah, kejahatan kemanusiaan, peradilan, rekonsiliasi

Full Text:

PDF
Copyright (c) 2016 Jurnal Kajian Wilayah
Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.